PENGETAHUAN LALU LINTAS
PENGENALAN SATUAN LALU LINTAS POLRI
FUNGSI LANTAS
Fungsi
Lantas adalah Penyelenggaraan tugas pokok POLRI bidang Lalu Lintas dan
merupakan penjabaran kemampuan teknis professional khas Kepolisian, yang
meliputi :
1. Penegakan Hukum Lantas ( Police traffic Law Enforcement )
2. Pendidikan Masyarakat tentang Lantas ( Police Traffic Education )
3. Ketekhnikan Lantas ( Police traffic Engineering )
4. Registrasi/Identifikasi Pengemudi dan Kendaraan ( Driver and Vehicle Identification )
PERAN LANTAS
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi Lantas, Polri berperan sebagai :
1. Aparat Penegak Hukum, Terutama Perundang-Undangan Lalu Lintas dan Peraturan Pelaksanaannya.
2. Aparat Penyidik Kecelakaan Lalu Lintas.
3. Aparat yang mempunyai kewenangan Kepolisian Umum.
4. Aparat pendidikan lalu lintas kepada Masyarakat.
5. Penyelenggara Registrasi/Identifikasi pengemudi/kendaraan bermotor.
6. Pengumpul dan Pengolah Data Lalu Lintas
7. Unsur bantuan komunikasi dan teknis, melalui Unit PJ R ( Patroli Jalan Raya ).
PENYELENGGARAAN FUNGSI LANTAS
Fungsi Lantas diselenggarakan melalui :
1. Penegakan Hukum lantas ( Traffic Law Enforcement )
Preventif, meliputi :
Pengaturan Lantas ( Traffic Direction ).
Penjagaan/Pengawasan Lantas 9 Traffic Observation ).
Pengawalan Lantas ( Traffic Escort ).
Patroli Lantas ( Traffic Patrol ).
Represif, meliputi :
Penyidikan Kecelakaan lantas ( Traffic Accident Investigation ).
Penindakan terhadap Pelanggaran Lantas ( Traffic Law Violation ).
2. Pendidikan Masyarakat tentang lantas ( Traffic Education )
Pendidikan dan Pembinaan masyarakat dalam rangka keamanan Lantas, dengan kegiatan-kegiatan yang diarahkan terhadap :
Masyarakat yang terorganisir, meliputi :
PKS ( Patroli Keamanan Sekolah ).
Pramuka Lantas ( Saka Bhayangkara ).
Kamra/Banpol.
Masyarakat yang tidak terorganisir ( Masyarakat pemakai jalan, yang ditujukan untuk menciptakan Traffic Mindness, meliputi :
Penerangan, Penyuluhan, Mass Media, Film, Brosur.
Pekan lantas, Pameran Lantas serta Taman Lantas.
3. Ketekhnikan Lantas (Police Traffic Engineering ) meliputi :
·
Penelitian terhadap penyebab kecelakaan, kemacetan, dan pelanggaran
Lantas yang menyangkut kondisi pengemudi, kendaraan dan jalan.
· Pengawasan dan Penerangan terhadap pemasangan :
Rambu-rambu Lantas ( Traffic Sign ).
Alat-alat pengatur Lantas ( traffic Signals ).
Marka Jalan ( Road Marking ).
· Penentuan tempat Parkir ( Parkir Restriction ).
REGISTRASI
Registrasi ( Identifikasi Pengemudi dan Kendaraan Bermotor ) meliputi :
Pemeriksaan pengetahuan dan kemampuan calon pengemudi kendaraan bermotor.
Penyelenggaraan perijinan mengemudi kendaraan bermotor.
Penyelenggaraan Registrasi kendaraan bermotor.
Pengumpulanan Pengolahan Data Lantas.
SEJARAH POLISI LALU LINTAS
SEJARAH POLISI LALU LINTAS
1. Jaman penjajahan
a. Penjajahan Belanda
Sejarah
lalu lintas di Indonesia tidak lepas dari perkembangan teknologi
automotif dunia, yang berawal dari penemuan mesin dengan bahan bakar
minyak bumi. Pada Jaman revolusi di Eropa terutama akhir abad 19 mobil
dan sepeda motor mulai berkembang banyak diproduksi. Industri Mobil
dipelopori oleh Benz yang perusahaannya berkembang sejak tahun 1886.
Pemerintah Hindia Belanda yang saat itu menjajah Indonesia mulai membawa
mobil dan sepeda motor masuk ke Indonesia. Mulai munculnya aktivitas
lalu lintas kendaraan bermotor di Indonesia. Ketika mobil dan sepeda
motor bertambah banyak Pemerintah Hindia Belanda mulai merasa perlu
mengatur penggunaannya. Peraturan pertama di keluarkan pertama kali pada
tanggal 11 Nopember 1899 dan dinyatakan berlaku tepat tanggal 1 Januari
1900. Bentuk peraturan ini adalah Reglement (Peraturan Pemerintah) yang
disebut Reglement op gebruik van automobilen (stadblaad 1899 no 301).
Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1910 dikeluarkan lagi Motor Reglement
(stb 1910 No.73).
Dengan
demikian pemerintah Hindia Belanda telah memperhatikan masalah lalu
lintas di jalan dan telah menetapkan tugas Polisi di bidang lalu lintas
secara represif.
Organ
kepolisian sendiri telah ada lebih awal sejak jaman VOC, namun baru di
pertegas susunannya pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Sanford
Raffles, masa pendudukan Inggris. Kantor - kantor Polisi baru ada di
beberapa kota - kota besar seperti Jayakarta, Semarang, Surabaya, yang
umurnya dipegang oleh Polisi Belanda pada intinya.
Untuk
mengimbangi perkembangan lalu lintas yang terus meningkat, maka
pemerintah Hindia Belanda memandang perlu membentuk wadah Polisi
tersendiri yang khusus menangani lalu lintas, sehingga path tanggal 15
Mei 1915, dengan Surat Keputusan Direktur Pemerintah Dalam Negeri No.
64/a lahirlah satu organ Polisi Lalu Lintas dalam tubuh Polisi Hindia
Belanda. Dalam organ Polisi pada waktu itu ada empat bagian, yaitu
bagian sekretaris, bagian serse, bagian pengawas umum dan bagian lalu
lintas. Pada mulanya bagian lalu lintas di sebut doer Wesen, sebagai
jiplakan dari bahasa Jerman "Fuhr Wessen" yang berarti pengawasan lalu
lintas. Organ ini terus disempurnakan, diberi nama asli dalam bahasa
Belanda Verkeespo/itie. artinya Polisi Lalu Lintas.
Selama
penjajahannya Pemerintah Hindia Belanda aktif membuat aturan - aturan
mengenai Polisi Lalu Lintas. Pada tanggal 23 Februari 1933 dikeluarkan
Undang - undang lalu lintas jalan dengan nama : DE Wegverkeers
Ordonantie (stadblaad No68). Undang - undang ini terus disempurnakan
tanggal 1 Agustus 1933 (stadblaad No 327). Tanggal 27 Februari 1936 (
stadblaad No 83), tanggal 25 Nopember 1938 ( stadblaad No 657 dan
terakhir tanggal 1 Maret 1940 (stadblaad No 72).
Tentu
kesungguhan pemerintah Hindia Belanda bukan saja membuat undang -
undang tetapi juga mengembangkan jaringan jalan dalam kota maupun antar
kota, organisasi dan kader - kader Polisi Lalu Lintas terus di bentuk.
b. Penjajahan Jepang
Setelah
Belanda menyerah kepada Jepang, dalam perang Asia Timur Raya maka
pemerintahan Indonesia dikuasai oleh bala tentara Jepang. Segala aspek
kehidupan ditentukan oleh kekuasaan Militer. Bidang lalu lintas juga
diatur dan dikuasasi dengan cara militer. Dalam organ kepolisian hanya
ada organ Kempetai ( Polisi Militernya Jepang). Demikian juga mengenai
pengaturan lalu lintas jalan dilakukan oleh Polisi Militer. Sedangkan
Polisi Lalu Lintas tidak nampak dan tidak banyak diketahui prang pada
masa itu, anggota Polisi Lalu Lintas yang bersedia bekerja sama dengan
Jepang dan sudah berpengalaman sebelumnya mendapat tugas membentuk
registrasi kendaraan bermotor terutama yang di tinggal pemiliknya karena
suasana Jepang.
Gemblengan
dan penindasan militerisme Jepang disamping menimbulkan banyak korban
jiwa, namun pengorbanan tersebut tidak sia - sia karena di sisi lain
mendorong semangat patriot di dada Bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan
setelah bala tentara Jepang menyerah kepada sekutu dengan di bomnya kota
Hiroshima dan Nagasaki, dengan serentak Bangsa Indonesia bergerak dan
memproklamirkan kemerdekaan. Dad segala penjuru tanah air dan dari
segala lapisan masyarakat, baik petani, pedagang, pegawai negeri,
polisi, prajurit peta bersama - sama bahu membahu bergerak menyambut
kemerdekaan yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
Polisi
( Polantas ) dengan perlengkapan yang ada, senjata, kendaraan dan
lainnya slap mengamankan masyarakat dalam menyambut hari gembira yaitu
Proklamasi. Dengan kendaraan yang ada Polisi Lalu Lintas mengamankan dan
mengawal para pejabat / politikus yang akan menuju ke gedung Proklamasi
di .11. Pegangsaan Timur serta ke lapangan Gambir guna menyambut
proklamasi yang bersejarah itu.
2. Jaman Kemerdekaan.
a. Periode 1945-1950
Pada
masa Proklamasi ini sudah nampak kegiatan Polisi Lalu Lintas setiap ada
kegiatan di jalan raya. Banyak tokoh - tokoh polisi yang ikut aktif
dalam mempersiapkan hari proklamasi bersama dengan tokoh - tokoh
lainnya. Tokoh - tokoh Polisi tersebut antara lain R.S. Soekanto dan R.
Sumanto.
Tanggal
19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
menetapkan bahwa Polisi termasuk di dalam lingkungan Departemen Dalam
Negeri. Hal ini berarti Jawatan Kepolisian Negara, secara administrasi
mempunyai kedudukan yang sama dengan Dinas Polisi Umum dari Pemerintah
Hindia Belanda.
Ketentuan
tersebut diperkuat oleh suatu maklumat pemerintah tanggal 1 Oktober
1945 yang ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman
dan Jaksa Agung yang telah menyatakan bahwa semua kantor kejaksaan
termasuk dalam lingkungan Departemen Kehakiman sedangkan semua kantor
Badan Kepolisian masuk dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Tanggal
29 Desember 1945 Presiden mengangkat dan menetapkan R.S. Soekanto
sebagai Kepala Kepolisian Negara R.I yang pertama. Pengangkatan ini
disamping suatu kehormatan juga tantangan, dimana pada masa itu bangsa
Indonesia menghadapi perang melawan Belanda. Kekurangan, keterbatasan
serta kesulitan yang datang silih berganti menjadi tantangan tersendiri.
Sehari
kemudian tepatnya tanggal 30 September 1945 Belanda dengan dipimpin
oleh Van Der Plas membujuk Polisi Republik Indonesia berunding segitiga
dengan Belanda dan Jepang. Setelah ada ijin dari Pimpinan Polisi R.I
baru mau menghadiri perundingan tersebut. Dalam perundingan itu Van Der
Plas memerintahkan agar Polisi tetap bekerja dengan pangkat yang ada.
Apabila cakap akan tetap dipertahankan dan apabila tidak, maka akan
diberhentikan. Sedangkan perwakilan Polisi R.I, Sosrodanu Kusumo
memberikan masukan agar Belanda terus berhubungan dengan pemerintah R.I.
Dad peristiwa itu, jelas bahwa Belanda tetap ingin menguasasi
Kepolisian R.I.
Tanggal
29 Desember 1945 kantor Polisi Jakarta tiba - tiba di serbu serentak
oleh tentara sekutu (Inggris ). Semua anggota Polisi di kumpulkan di
Kantor Besar Polisi, baru setelah beberapa hari dilepaskan kembali.
Bulan
Januari 1946 dibentuk Civil Police dimana Polisi Indonesia dan Polisi
Belanda dipisahkan, sedangkan Inggris sebagai penengahnya. Hubungan
antara kantor Polisi Pusat dengan Polisi Daerah pada bulan pertama
praktis tidak ada. Hanya secara insidentil Kepala Kepolisian mengirim
kurir - kurir ke daerah untuk meneruskan instruksi.
Pada
periode ini walaupun anggota Polisi banyak yang meninggalkan tugas dan
ikut bergerilya di hutan - hutan namun tugas kepolisian termasuk lalu
lintas tetap berjalan, walau hanya dengan peralatan yang sederhana dan
masih sangat terbatas. Pada bulan Februari 1946 Jawatan Kepolisian yang
tergabung di dalam Departemen Dalam Negeri memindahkan kantor pusat /
kedudukannya di Purwokerto.
Karena
kesulitan yang dihadapi oleh Jawatan Kepolisian pada waktu itu
sedangkan mereka sangat dibutuhkan maka pada tanggal 1 Juli 1946 dengan
Penetapan Pemerintah No. 11 /SD tahun 1946 Jawatan Kepolisian Negara
dipisahkan dari Departemen Dalam Negeri dan menjadi Jawatan sendiri
dibawah Perdana Menteri, tanggal ini selanjutnya di jadikan tanggal
kelahiran dan dijadikan hari Bhayangkara.
Pada
periode ini Jawatan Kepolisian Negara, mulai membenahi wadah - wadah,
organisasi kepolisian walaupun menghadapi berbagai kendala. Usaha -
usaha yang telah dilakukan antara lain:
Menyusun
suatu Jawatan pusat dengan bagian - bagiannya. Tata Usaha Keuangan,
Perlengkapan, Organisasi Pengawasan Aliran Masyarakat dan Pengusutan
Kejahatan.
Menciptakan
peraturan - peraturan mengenai pakaian dinas, tanda pangkat, tata
tertib dan tata susila, bads berbaris dan lain - lain.
Menyusun saat dan waktu mendatang diperlukan.
Dasar
penyusunan kembali Polisi Lalu Lintas tersebut secara resmi tidak
diketahui, namun penyusunan ini mudah disebabkan keadaan lalu lintas
yang memang masih belum seramai seperti sekarang ini. Jumlah kendaraan
di masa pendudukan Jepang masih sangat sedikit. Sisa kendaraan dari masa
pendudukan Jepang yang ditinggal sedikit menjadi semakin berkurang,
karena usia dan suku cadang yang tidak tersedia atau sulit mencari
gantinya. Pada periode ini masalah lalu lintas belum mendapat perhatian
yang sungguh - sungguh.
b. Periode 1950-1959
Pada
periode ini lahir Seksi Lalu Lintas dalam wadah Polisi Negara R.I.
Sebenarnya usaha -usaha penyusunan kembali organisasi Polisi Indonesia
itu sudah ada sejak diangkatnya Kepala Jawatan Kepolisian Negara namun
usaha itu terhenti pada saat pecah perang kemerdekaan ke dua ( Clash II)
Setelah penyerahan kedaulatan Negara R.I tanggal 29 Desember 1949 baru
dapat dilanjutkan kembali. Pimpinan Polisi di daerah pendudukan yang
dipegang oleh kader - kader Belanda di ganti oleh kader - kader Polisi
Indonesia. Hanya dalam mereorganisasi Kepolisian Indonesia dinamakan
Jawatan Kepolisian dan pada masa terbentuknya Negara Kesatuan tanggal 17
Agustus 1950 berubah namanya menjadi Jawatan Kepolisian Negara. Karena
kemajuan dan perkembangan masyarakat yang mulai perlu diantisipasi maka
organisasi Polisi memerlukan penyesuaian agar dapat mewadahi dan
menangani pekerjaan dengan cepat. Untuk itu diperlukan spesialisasi.
Sehingga tanggal 9 Januari 1952 dikeluarkan order KKN No.6 / IV / Sek /
52. Tahun 1952 mulai pembentukan kesatuan - kesatuan khusus seperti
Polisi Perairan dan Udara serta Polisi Lalu Lintas yang dimasukkan dalam
pengurusan bagian organisasi. Untuk Polisi Lalu Lintas di wilayah
Jakarta Raya merupakan bagian tersendiri yang mempunyai rumusan tugas
sebagai berikut:
Mengurus lalu lintas
Mengurus kecelakaan lalu lintas
Pendaftaran nomor bewijs
Motor Brigade keramaian
Komando pos radio dan bengkel
Dengan
kemajuan teknologi dan perkembangan lalu lintas yang semakin pesat
Kepala Jawatan Kepolisian Negara memandang perlu untuk membangun wadah
yang konkrit bagi penanganan -penanganan masalah lalu lintas. Oleh
karenanya maka pada tanggal 22 September 1955. Kepala Jawatan Kepolisian
Negara mengeluarkan Order No 20 / XVI / 1955 tanggal 22 September 1955,
tentang Pembentukan Seksi Lalu Lintas Jalan, pada tingkat pusat yang
taktis langsung di bawah Kepala Kepolisian Negara. Maka saat itu dikenal
istilah lalu lintas jalan untuk pertama kalinya, yang mempunyai rumusan
tugas sebagai berikut:
Mengumpulkan segala bahan yang bersangkutan dengan urusan lalu lintas jalan
Memelihara
/ mengadakan peraturan, peringatan dan grafik tentang kecelakaan lalu
lintas , jumlah pemakai jalan, pelanggaran lalu lintas jalan.
Mengadakan
pengawasan atas pelaksanaan perundang - undangan lalu lintas jalan dan
menyiapkan instruksi guna pelaksanaan di berbagai daerah.
Melayani
sebab - sebab kecelakaan lalu lintas jalan di berbagai tempat di
Indonesia, dan menyiapkan instruksi dan petunjuknya guna menurunkan /
mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
Tahun
1956, di tiap kantor Polisi Propinsi dibentuk Seksi Lalu Lintas dengan
Order Kepala Kepolisian Negara No. 20 / XIII /1956 tanggal 27 Juli 1956
kemudian di kesatuan - kesatuan / kantor -kantor Polisi Karesidenan,
selanjutnya pada tingkat Kabupaten di bentuk pula seksi - seksi Lalu
lintas dengan berdasar pada Order KKN tersebut.
Kegiatan
dan peristiwa penting dalam tugas Polantas pada periode ini adalah
pengamanan Konferensi Asia Afrika yang berlangsung di Bandung bulan
April 1955, konferensi dihadiri delegasi dari berbagai negara Asia
Afrika. Konferensi mempunyai arti penting baik bagi Indonesia maupun
negara - negara Asia Afrika dalam rangka mengubah pandangan dan nasib
bangsa - bangsa Asia Afrika. Polisi Lalu Lintas berperan aktif
memberikan perlindungan, keamanan, keselamatan jalan dan kelancaran lalu
lintas. Mengawal dan mengamankan jalan di tempat - tempat yang dilalui
para tamu negara, di lokasi konferensi maupun tempat - tempat lainnya
yang dikunjungi. Tugas pengamanan ini merupakan tugas yang sangat berat
bagi Polisi Lalu Lintas. Bahkan untuk tugas ini Polisi Lalu Lintas
mengerahkan tenaga secara besar - besaran dari seluruh Jawa. Peristiwa
ini patut di catat dalam sejarah Polisi. Dimana tugas mengabdi pada
bangsa dan negara ini berhasil dan sukses.
Pada
peristiwa Cikini dimana Presiden Soekarno mendapat serangan granat dari
komplotan tidak bertanggung jawab, saat menghadiri ulang tahun
Perguruan Cikini. Dalam peristiwa ini banyak jatuh korban. Dua anggota
Polantas yang saat itu mengawal rombongan dari tempat tersebut sebelum
sempat melapor telah didahului dengan lemparan granat ke arah Presiden
tetapi tidak mengenai sasaran, namun malah mengenai Aipda Muhammad dan
Bripda Ahmad sehingga gugur dalam melaksanakan tugas mulia tersebut.
Atas jasa dan pengorbanan kedua anggota Polantas tersebut pemerintah
memberikan penghargaan dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata Jakarta. Dua peristiwa tersebut dan beberapa peristiwa lain
patut dicatat bahwa betapa besar tugas Polisi Lalu Lintas yang telah
dilaksanakan dengan tabah, tekun dan penuh pengabdian. Pada periode ini
telah diadakan beberapa kegiatan untuk perbaikan lalu lintas antara lain
menyangkut engineering misalnya:
Diperkenalkannya
istilah pulau - pulau jalan oleh Komisaris BesarUntung Margono untuk
pertama kalinya di Indonesia. Pada pembuatan pulau - pulau ini diadakan
kerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum dengan maksud untuk
kelancaran lalu lintas.
Penegasan
kembali pemasangan rambu - rambu lalu lintas yang mulai nampak adanya
penyimpangan - penyimpangan, baik bentuk, warna maupun pemasangannya.
Untuk itu pemasangan rambu perlu dasar hukum yang kuat karena Indonesia
sudah menjadi anggota Convention on Road Traffic.
Dimulainya
pendidikan lalu lintas pada anak - anak sekolah agar anak - anak sejak
kecil sudah kenal dengan masalah - masalah lalu lintas. Maka dibentuklah
Badan Keamanan Lalu Lintas (BKLL) untuk pertama kali di Jakarta pada
tahun 1953 dengan maksud :
Menanamkan rasa tanggung jawab akan keselamatan lalu lintas terhadap orang lain dan terhadap umum.
Membantu menjaga keamanan lalu lintas dan mengurangi kecelakaan terutama yang melibatkan anak - anak sekolah
Berusaha
mewujudkan cita - cita masyarakat yang mempunyai disiplin lalu lintas
yan tinggi sopan santun dan berpengetahuan lalu lintas yang luas.
c. Periode 1959 -1965
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 secara fundamental membawa sistem politik dan
ketatanegaraan berubah yaitu kembali ke UUD 1945 dengan sistim kabinet
Presidentil, Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga sekaligus
sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden juga menjabat sebagai Panglima
Tertinggi ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945 membawa perubahan baik
struktural maupun strategis, maka istilah kementerian diganti
departemen, seperti kementerian pertahanan menjadi Departemen Pertahanan
Nasional. Selanjutnya dengan Keppres No. 15 tahun 1963 Kepala Staf
Angkatan berstatus sebagai menteri / Panglima Angkatan memegang
kekuasaan tertinggi pada angkatannya dan bertanggung jawab langsung
kepada Panglima Tertinggi / Presiden R.I.
Didalam
tubuh kepolisian terjadi perubahan yang mendasar yaitu dari Jawatan
Kepolisian Negara berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia
(AKRI) karena AKRI tetap konsekuen dan konsisten pada tugasnya, maka
pada jaman dicanangkannya Trikora, Dwikora maupun penumpasan gerakan
pengacau keamanan tetap aktif pada kancah tugas perjuangan. Disamping
itu kegiatan pejuang - pejuang AKRI dalam hal ini Polantas tetap setia
dan berbakti kepada Negara.
Pada
tanggal 23 Oktober 1959 dengan peraturan sementara dari Menteri / KKN
di keluarkan peraturan sementara Menteri /KKN No. 2.PRA/MK/1959 tentang
Susunan dan Tugas Markas Besar Polisi Negara. Dengan berdasar pada
peraturan ini status Seksi Lalu Lintas Jalan di perluas menjadi Dinas
Lalu Lintas dan Polisi Negara Urusan Kereta Api (PNUK). Tugas - tugas
lainnya antara lain :
Mengatur
pemberian jaminan bantuan kepada instansi - instansi yang membutuhkan
bantuan Polisi bagi kelancaran dan keamanan lalu lintas daratan.
Kedua mengatur pelaksanaan pemeliharaan kelancaran dan keamanan lalu lintas di daratan termasuk Kereta Api.
Memberi nasehat dan saran - saran mengenai soal - soal lalu lintas di daratan kepada instansi - instansi yang membutuhkan.
Kepala
Dinas Lalu Lintas / PNUK adalah Ajun Komisaris Besar Polisi Untung
Margono yang menggantikan Komisaris Besar Polisi H.S Djajoesman.
Lahirnya Undang - Undang Pokok Kepolisian No. 13 /1961 tanggal 19 Juni
1961 merupakan sejarah Kepolisian R.I yang sangat penting sebagai
realisasi cita - cita yang selalu menjiwai kehidupan Korps Kepolisian
Negara seirama dengan gelora perjuangan rakyat.
Setelah
pergantian pimpinan Polisi dari Menteri Muda Kepolisian R.S. Soekanto
oleh Sukarno Djoyo Negoro mantan Kepala Kepolisian Jawa Timur, kemudian
disusul reorganisasi kepolisian yaitu tentang susunan dan tugas
kepolisian tingkat departemen.
Dalam
reorganisasi ini Dinas Lalu Lintas / PNUK dimasukkan dalam Korps Polisi
Tugas Umum termasuk didalamnya Perintis Polisi Wanita dan Polisi Umum,
tanpa mengurangi tugas - tugas Dinas Lalu Lintas sebelumnya :
Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Sementara JM Menteri/KSAK tanggal 31 Desember 1961.
Tanggal
23 Nopember 1962 dikeluarkan pula peraturan 3M Menteri/KSK No.
2.PRT/KK/62 dibentuk kembali Dinas Lalu Lintas, yang terpisah dari
Polisi tugas Umum, sedangkan PNUK tetap dimasukkan dalam jajaran Polisi
Tugas Umum.
Tanggal
14 Februari 1964 dengan Surat Keputusan 3M MEN PANGAKNo.
Pol.:11/SK/MK/64 Dinas Lalu Lintas diperluas kembali statusnya menjadi
Direktorat Lalu Lintas. Dengan Surat Keputusan ini maka untuk pertama
kali reorganisasi kepolisian bidang lalu lintas menggunakan nama
Direktorat Lalu Lintas di tingkat pusat.
Dalam
perkembangan selanjutnya, bekerja sama dengan Departemen Perhubungan
Darat dan Direktorat Pendidikan dan Latihan telah dirintis pendidikan
kejuruan kader-kader Polantas. Kelanjutan dari kerja sama ini adalah,
dikirimnya beberapa Perwira Polisi ke Amerika yaitu Northwestern
University Of Traffic Institute (NUTI) dan California High Way Patrol di
Sacrament (USA) untuk memperluas pengetahuannya di bidang lalu lintas.
Dengan
kembalinya para perwira yang mengikuti tugas belajar di Amerika,
mulailah dirintis untuk pertama kalinya pendidikan Bintara Patroli Jalan
Raya (PJR) di Sukabumi tahun 1962 yang diikuti oleh 40 siswa Polisi
Lalu Lintas Komisaris di P. Jawa dan Bali. Dan mulai pula Kesatuan Lalu
Lintas mengembangkan sayapnya guna memenuhi tuntutan jaman dengan
membentuk kesatuan-kesatuan P3R. Pembentukan kesatuan memerlukan
perlengkapan yang cukup, dan hal ini dipenuhi dengan bantuan dari
pemerintah Amerika Serikat seperti kendaraan bermotor (Jeep dan sedan
Falcon dan Chevy) serta alat-alat komunikasi radio (motorola), sepeda
motor Harley Davidson.
Adanya
kesatuan PJR didalam tubuh Pohl/ Polantas, merupakan suatu organ baru
yang sangat menunjang dan sangat diperlukan, baik untuk keamanan, dan
penegakan hukum serta penyidikan kecelakaan lalu lintas, tugas-tugas
tindakan pertama pada kejahatan maupun bantuan taktis dapat
dilaksanakan.
Karena
Perkembangan situasi politik, hubungan diplomatik Indonesia dengan
Amerika Serikat mulai memburuk kemudian Polri lepas hubungan dengan
Amerika Serikat, sehingga bantuan terputus.
Bidang
pendidikan masyarakat lalu lintas mulai dikembangkan, Polisi Lalu
Lintas mulai membuat majalah, mengenalkan cara berlalu lintas pada
pramuka dan membentuk Patroli Keamanan Sekolah (PKS). Karena kecelakaan
lalu lintas sudah mulai menjadi masalah, Polisi Lalu Lintas mulai
mengadakan penerangan-penerangan kepada masyarakat tentang tata cara
berlalu lintas yang balk dan benar.
Pada
periode ini mulai muncul usaha yang kuat untuk menyusun Undang?undang
lalu lintas dan angkutan jalan untuk menggantikan VWO tahun 1933
peninggalan Belanda. Tahun 1965 berhasil menyusun Undang-undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Raya No. 3Tahun 1965.
Kegiatan-kegiatan
Polantas terus dikembangkan, tugas operasional Polisi Lalu Lintas tidak
terbatas hanya berkaitan dengan lalu lintas saja, tetapi juga yang
berkaitan dengan fungsi lain seperti ikut membantu penindakan terhadap
kejahatan, penculikan, kebakaran dan lain-lain. Disamping itu dalam
setiap penyelenggaraan kegiatan yang bersifat internasional di Indonesia
Polisi Lalu Lintas selalu berperan aktif. Sebagai contoh
penyelenggaraan kegiatan olah raga bulu tangkis.
Dalam
kegiatan seperti ini Polisi Lalu Lintas memberi andil cukup penting
dalam hal tugas pengaturan lalu lintas, pengamanan jalan, pengawalan,
agar tetap lancar. Peran Polantas lainnya dalam kegiatan olah raga
internasional adatail dalam penyelenggaraan Asean Games IV, Sea Games
dan beberapa kegiatan ulah raga lainnya.
d. Periode 1965 -1998.
Munculnya
gerakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965 menuntut segenap alat
negara untuk bersatu dengan kokoh, meskipun cukup alot, integrasi Polri
ke tubuh ABRI akhirnya dapat berlangsung. Keterpaduan ABRI dan Polisi
diharapkan menjadi kekuatan Hankam yang tangguh untuk menghalau setiap
pemberontakan dan pengacau yang mengancam keamanan negara dan bangsa
Indonesia. Integrasi ABRI dengan Polri di kongkritkan dengan Keppres no.
79/1969 yang berisi Pembagian dan Penentuan Fungsi Hankam. Meskipun
berbeda dengan angkatan perang yang terdiri dari AD, AU dan AL tetapi
Polri menjadi bagian dari Departemen Hankam. Dengan Keppres tersebut
Polri kembali mengadakan penyesuaian?penyesuaian dan perubahan-perubahan
dalam tubuh organisasi balk di tingkat pusat maupun daerah. Demikian
halnya di kesatuan Polisi Lalu Lintas. Untuk menyusun organisasi
kepolisian maka dikeluarkan Surat keputusan Men Hankam Pangab No. Kep.
A./385A/1111970 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian
Negara R.I. Sebagai penjabarannya dikeluarkan Surat Keputusan Kapolri
No.Pol. 113/SK/1970 tanggal 17 September 1970 tentang Organisasi Staf
Umum dan Staf Khusus dan Badan?badan pelaksana Polri, maka lahirlah
organisasi baru di lingkungan Polri. Demikian juga di kalangan Polisi
Lalu Lintas Pusat.
Dua
tahun sebelum surat keputusan ini (tahun 1968) di tingkat pusat
dibentuk Pusat Kesatuan Operasi Lalu Lintas (Pusatop Lantas), dengan
komandannya KBP Drs. U.E. Medelu. Dengan keluarnya SK tersebut berubah
kembali menjadi Direktorat Lalu Lintas tahun 1970, yang merupakan salah
satu unsur Komando Utama Samapta Polri, sehingga kemudian disebut
Direktorat Lalu Lintas Komapta.
Pada
periode ini dibentuk Patroli Jalan Raya (PJR) oleh Mabes Polri, meski
sebenarnya pembentukan Patroli Jalan Raya sudah dilakukan di Kepolisian
Daerah, namun baru tahun 1966 dibentuk secara resmi berdasarkan
instruksi Men Pangab No. 31/Instr/MK/1966. Pembentukan Kesatuan PJR ini
memang didasari dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Dalam
pelaksanaan tugasnya anggota PJR dituntut untuk selalu siaga dan
berpedoman kepada motto courtesy, protection, and service (ramah tamah
perlindungan dan pelayanan). Detasemen PJR ini dipimpin oleh seorang
komandan yang ditunjuk oleh Direktur Lalu Lintas dibawah pengawasan
Kepala Dinas Pengawasan Direktorat Lalu Lintas.
Permasalahan
lalu lintas mulai terasa meningkat ditandai meningkatnya frekwensi
pelanggaran lalu lintas. Nampaknya masalah ini cukup merisaukan,
terlebih para aparat penegak hukum. Dipandang dari segi sarana
penindakan tampak memang kurang efektif. Tahun 1969 dibentuk team untuk
merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan
cepat.
Pada
tanggal 11 Januari 1971 lahir Surat Keputusan Bersama antara Ketua
Mahkamah Agung No. 001/KMA/71, Jaksa Agung No. 002/DA/1971, Kepala
Kepolisian R.I No. 4/SK/Kapolri/71 dan Menteri Kehakiman No. 35/1/21
yang mengesahkan berlakunya Sistem Tilang untuk pelanggaran lalu lintas.
Dari Pihak Polri Tim perumus diwakili oleh Jenderal Memet Tanu Miharja,
Brigjen Pol. Drs. VE. Madelu, Letkol Pol Drs. Basirun. Mulai tahun 1971
mulailah pelanggaran lalu lintas ditindak dengan tiket system yang
dikenal dengan bukti pelanggaran disingkat tilang.
Tanggal
29 Maret 1969 didirikan Pusat Pendidikan Lalu Lintas (Pusdik Lantas)
yang berkedudukan di jalan MT. Haryono Jakarta Selatan, masih satu
kantor dengan Direktorat Lalu Lintas Polri. Kemudian pada tahun 1985
dipindahkan ke Serpong Tangerang Jawa Barat sampai saat ini sejak tahun
1969 pendidikan lalu lintas untuk Perwira dan Bintara Lalu Lintas dapat
dilaksanakan secara teratur.
Berdasarkan
Surat Keputusan Men Hankam No. Kep/15/IV/1976 tanggal 13 April 1976,
Skep Kapolri No. Pol. Skep/507V111/1977, dan Skep Kapolri No. Pol.
Skep/53/VII/1977 di tingkat Mabak terdapat dua unsur lalu lintas.
Pertama ; Dinas Lalu Lintas Polri yang berkedudukan sebagai Badan
Pelaksana Pusat dibawah yang sehari-harinya dikoordinasi oleh Deputy
Kapolri dengan tugas pokok membantu Kapolri untuk menyelenggarakan
segala kegiatan dan pekerjaan di bidang pencegahan, penanggulangan
terhadap terjadinya gangguan/ancaman terhadap Kamtibmas di bidang Lantas
dan menindak apabila diperlukan dalam rangka kegiatan atau operasional
Kepolisian, Kedua : pusat system senjata Lalu Lintas Polri yang
berkedudukan dibawah Danjen Kobang Diktat Polri dengan tugas pokok
menyelenggarakan segala usaha kegiatan mengenai pengembangan taktik dan
teknik system senjata serta pendidikan latihan di bidang fungsi teknis
lalu lintas Polri dalam rangka system Kamtibmas, serta tugas lain yang
dibebankan padanya. Pusdik lantas kedudukannya dibawah Pusenlantas
sebagai penyelenggara pendidikan. Dan secara organisatoris terpisah dari
Dinas Lalu Lintas.
Selanjutnya
berdasarkan Keputusan Pangab No.Kep/11/P/III/1984 tentang Pokok-pokok
Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara R.I, dan Keputusan Kapolri No.
Pol: Kep/09/X/1984 tanggal 30 Oktober 1984, Pusdik lantas kembali
berada di bawah Direktorat Pendidikan Polri.
Pada
tahun 1984 dengan Surat keputusan Pangab No. Kep/11/P/II 1/1984 tanggal
31 Maret 1984 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian
R.1, Dinas Lalu Lintas Polri dirubah dan diperkecil struktur
organisasinya menjadi Sub Direktorat Lalu Lintas Polri di bawah
Direktorat Samapta Polri bersama-sama dengan Subdirektorat Polisi
Perairan, Polisi Udara dan Satwa Polri.
Pada
tahun 1991 tepatnya tanggal 21 Nopember 1991 Subdirektorat Lalu Lintas
dikembangkan kembali organisasinya menjadi Direktorat Lalu Lintas Polri
berkedudukan di bawah Kapolri yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh
Deputi Operasi Kapolri.
e. Periode 1998 s/d sekarang
Pada
pertengahan tahun 1997, diawali dengan merosotnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika, Indonesia dilanda resesi dan krisis moneter dan
berkembang menjadi krisis ekonomi. Masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa melakukan demonstrasi menyatakan tidak percaya lagi dengan
pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada
tanggal 12 Mei 1998 terjadi peristiwa berdarah dengan meninggalnya 4
orang mahasiswa peserta demonstrasi di depan Universitas Trisakti
Jakarta, hal ini yang memicu gerakan demonstrasi mahasiswa yang lebih
besar dan menguasai gedung DPR/MPR R.I. Peserta demonstrasi tidak
terbatas pada mahasiswa Ibu Kota Jakarta tetapi di semua kota di seluruh
Indonesia. Para mahasiswa menuntut adanya reformasi total termasuk
turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Tuntutan tersebut
mendapatkan hasil dengan mundurnya presiden Soeharto dan diganti B.J.
Habibie, yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden. Presiden Habibie
membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan segera mempersiapkan
pelaksanaan Pemilu untuk membentuk pemerintahan baru sesuai dengan
kehendak rakyat.
Pada
waktu terjadi demonstrasi dan kekacauan di Jakarta dan kota-kota lain
di Indonesia. Polisi Lalu Lintas tetap aktif mengendalikan arus lalu
lintas dalam melaksanakan tugas dibidang lalu lintas lainnya dengan
penuh semangat, walaupun gelombang demonstrasi panjang cukup melelahkan
Polisi Lalu Lintas tetap mewujudkan Kamtibcar Lantas.
Seining
dengan tuntutan demokratisasi dan supremasi hukum maka ditahun 1999
kedudukan Polri dipisahkan dari bagian ABRI menjadi di bawah Departemen
Pertahanan dan Keamanan. Dengan terbitnya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor :
VI/MPR/2000
tanggal 18 Agustus 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Nomor : VII/MPR/2000
tanggal 18 Agustus 2000 tentang Peran Tentara Nasional Republik
Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kedudukan
Polri benar ? benar mandiri dan terpisah dari peran pertahanan, seining
dengan perubahan dan pemisahan Organisasi Polri dari Organisasi ABRI
maka disusun pula Undang ? Undang Kepolisian sebagai perubahan dari
Undang ? Undang No 27 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia menjadi Undang ? Undang No 2 Tahun 2002.
Pada
tahun 2004 merupakan salah satu tonggak sejarah yang menunjukkan
eksistensi Polantas yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 2004 tentang Penetapan Tarif PNBP yang berlaku dilingkungan Polri
dimana 7 kewenangan yang diatur dalam PP tersebut 6 kewenangan milik
Polantas. Dengan terbitnya PP No 31 Tahun 2004 sebagai pelaksanaan dari
Undang - undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
menghilangkan kesan Duplikasi tugas Pokok Polisi Lalu Lintas dengan
Departemen Perhubungan, yaitu dimana Peran Polisi Lalu Lintas berada
dalam tataran Keamanan Dalam Negeri melalui Registrasi dan Identifikasi
kendaraan bermotor dan pengemudi yang merupakan ciri khas dari tugas -
tugas Polisi secara Universal selaku aparat penegak hukum menggunakan
Identifikasi dalam upaya pembuktian bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana, sedangkan Peran Departemen Perhubungan berada dalam tataran
Regulator Transportasi Nasional.
Dengan
pemberlakuan PP ini pula merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki
oleh fungsi teknis Polisi Lalu Lintas yaitu dapat memberi masukan kepada
kas negara melalui biaya administrasi yang dipungut atas pelayanan
Polri kepada masyarakat berdasarkan tarif yang telah ditentukan oleh
Peraturan Pemerintah tersebut.
Perubahan
sosial yang berjalan seiring dengan perkembangan globalisasi telah
membawa pengaruh terhadap perubahan paradigma masyarakat. Menyadari dan
memahami sepenuhnya keberadaan Polantas saat ini, diperlukan strategi ke
depan yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategik yang dihadapi
Polantas. Perubahan Paradigma Polantas seiring dengan perubahan
paradigma Polri yang merupakan refleksi dan tuntutan terhadap
peningkatan peran dan tugas Polantas yang semakin kompleks di tengah -
tengah masyarakat. Tuntutan akan Polantas yang Profesional dan
Proporsional yang bercirikan Perlindungan, Pengayoman, Pelayanan kepada
masyarakat, Penegakan Demokrasi dan Flak Asasi Manusia dalam rangka
kepastian hukum dan terwujudnya kamtibcar lantas menuntut reposisi atas
kedudukan serta pemulihan fungsi dan peranannya.
Dalam
rangka mewujudkan tuntutan tersebut Direktorat Lalu Lintas telah
menyusun Program Pembangunan Polisi Lalu Lintas 5 (Lima) tahun kedepan
dan perubahan struktur organisasi menjadi organisasi yang berada
langsung di bawah Kapolri, dengan maksud dan tujuan agar Masyarakat
pemakai jalan memahami dan yakin kepada Polantas sebagai pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat dalam kegiatan Pendidikan Masyarakat
lalu lintas, penegakan hukum lalu lintas, pengkajian masalah lalu
lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,
demi tercapainya keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
PENGETAHUAN DASAR LALU LINTAS
Pengetahuan Dasar Lalu Lintas
A. Gerakan memberikan isyarat pengatur lalu lintas bertujuan :
Mengarahkan agar lalu lintas berjalan dengan aman, tertib, lancar dan selamat.
Mengatasi kepadatan arus lalu lintas
Mengurangi terjadinya kecelakan lalu lintas
Mencegah kerusakan - keerusakan jalan / infrastruktur
Melindungi harta benda / jiwa orang lain di jalan
Mengurangi pelanggaran di jalan
B. Pengetahuan rambu - rambu / marka jalan.
Rambu - rambu yang menunjukan peringatan suatu bahaya
( dasar kuning petunjuk hitam )
Rambu - rambu yang menunjukan larangan dan awas perintah
( dasar putih petunjuk merah )
Rambu - rambu yang memberikan petunjuk
( dasar biru petunjuk putih )
Rambu petunjuk arah / awas ( rambu tambahan )
C. Pengetahuan dasar pengaturan lalu lintas
Berhenti untuk semua jurusan
Berhenti untuk satu arah tertentu ( satu jurusan tertentu )
Berhenti dari arah depan Petugas
Berhenti dari arah belakang Petugas
Berhenti dari arah depan dan belakang Petugas
Jalan dari arah kanan Petugas
Jalan dari arah kiri Petugas
Jalan dari arah kanan dan kiri Petugas
Percepat dari arah kanan Petugas
Percepat dari arah kiri Petugas
Perlambat dari arah depan Petugas
Perlambat dari arah belakang Petugas
D. Pengetahuan penggunaan tanda bunyi pluit
Tanda peringatan berhenti / perhatian
Tanda berkumpul
Tanda bahaya
Tanda berhenti
Tanda maju
Tanda menunggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar